Istilah ganti untung sementara ini menjadi sorotan dan mengemuka di media berita juga terutama di sosial media. Hal ini terjadi karena ada - kalau tidak mau bilang banyak - protes dari warga pemilik lahan tempat proyek pembangunan infrastruktur yang merasa istilah ganti untung yang dilontarkan dalam debat oleh capres petahana, ternyata tidak semenguntungkan yang dibayangkan. Kenyataanya menurut berita yang saya baca, warga pemilik lahan justru merasa dirugikan.
Lalu apa yang salah dalam proses pembebasan lahan tempat proyek pembangunan infrastruktur tersebut? Sehingga yang tadinya diklaim dan dianggap menguntungkan warga, tapi ternyata dinilai merugikan?
Saya tidak akan menjawab pertanyaan di atas. Pertama karena saya memang tidak punya data dan tidak tahu bagaimana proses pembebasan lahan itu, dan yang kedua saya tidak mau menduga-duga yang jsutru bisa menjadi fitnah. Biarlah masalah ini diselasaikan oleh mereka yang bertanggungjawab dan kita berharap semua akan kembali diletakkan pada jalurnya.
Saya hanya akan melihat dari segi arti penggunaan kata-katanya dan - secara tidak serius - mencoba memaknai arti dibaliknya yang tentu bukan berdasarkan kajian ilmu bahasa, tetapi anggaplah saja hanya sebagai bahan bercanda.
Ganti untung jika kemudian faktanya dianggap merugikan, menurut saya itu sudah tepat dan tidak ada yang salah sesuai maksud bahasanya. Ganti untung dalam proses pembebasan lahan, maksudnya yang mengganti tanah itu yang untung. Pemilik tanah menjadi rugi.
Logikanya adalah, bahwa jika selama ini warga pemilik tanah merasa untung dari memiliki tanah itu, namun dengan adanya proses ganti untung, artinya keuntungannya itu diganti menjadi kerugian.
Bisa saja pihak yang mengganti itu yang mengalami kerugia dalam proses ganti untung, tapi dengan asumsi bahwa yang selama ini untung dari lahan itu adalah warga, maka istilah ganti untung menjadikan mereka menyerahkan keuntungannya itu kepada pihak yang mengganti, dan jika kemudian rugi maka itu sebuah konsekuensi.
Pihak yang mengganti jika kemudian mendapat untung, tentu saja wajar karena mereka sebelumnya harus rugi mengeluarkan sejumlah uang untuk bisa mendapatkan tanah itu. Dan target keuntungan bagi yang menggnati lahan itu dengan sejumlah uang masuk diakal, karena mereka yang menginginkan dan butuh lahan itu dan kalkulasinya jelas harus menguntungkan.
Jadi saran aaya jangan pakai istilah ganti untung dari perspeltif pemilik lahan kalau tidak mau keuntungannya berganti jadi kerugian. Sebab ganti untung konsekuensinya adalah pemilik lahan sebagai pihak yang sebelumnya berada di posisi yang menguntungkan digantikan oleh pihak lain (yang mengganti) karena sebelumnya rugi mengeluarkan sejumlah biaya. Dalam transaksi ini ada proses ganti posisi, yang untung berbalik menjadi berada di posisi yang dirugikan dan sebaliknya.
Solusinya tetap pakai istilah ganti rugi. Istilah ini yang benar; ganti rugi. Artinya kerugian warga pemilik tanah karena menyerahkan lahannya, digantikan secara adil sesuai jumlah harga lahan yang dilepas. Pihak yang mengganti juga secara adil mendapatkan tanah itu sesuai jumlah uang untuk biaya (kerugian) menebus sejumlah luas tanah yang diperlukan. (gufran padjalai)
Lalu apa yang salah dalam proses pembebasan lahan tempat proyek pembangunan infrastruktur tersebut? Sehingga yang tadinya diklaim dan dianggap menguntungkan warga, tapi ternyata dinilai merugikan?
Saya tidak akan menjawab pertanyaan di atas. Pertama karena saya memang tidak punya data dan tidak tahu bagaimana proses pembebasan lahan itu, dan yang kedua saya tidak mau menduga-duga yang jsutru bisa menjadi fitnah. Biarlah masalah ini diselasaikan oleh mereka yang bertanggungjawab dan kita berharap semua akan kembali diletakkan pada jalurnya.
Saya hanya akan melihat dari segi arti penggunaan kata-katanya dan - secara tidak serius - mencoba memaknai arti dibaliknya yang tentu bukan berdasarkan kajian ilmu bahasa, tetapi anggaplah saja hanya sebagai bahan bercanda.
Ganti untung jika kemudian faktanya dianggap merugikan, menurut saya itu sudah tepat dan tidak ada yang salah sesuai maksud bahasanya. Ganti untung dalam proses pembebasan lahan, maksudnya yang mengganti tanah itu yang untung. Pemilik tanah menjadi rugi.
Logikanya adalah, bahwa jika selama ini warga pemilik tanah merasa untung dari memiliki tanah itu, namun dengan adanya proses ganti untung, artinya keuntungannya itu diganti menjadi kerugian.
Bisa saja pihak yang mengganti itu yang mengalami kerugia dalam proses ganti untung, tapi dengan asumsi bahwa yang selama ini untung dari lahan itu adalah warga, maka istilah ganti untung menjadikan mereka menyerahkan keuntungannya itu kepada pihak yang mengganti, dan jika kemudian rugi maka itu sebuah konsekuensi.
Pihak yang mengganti jika kemudian mendapat untung, tentu saja wajar karena mereka sebelumnya harus rugi mengeluarkan sejumlah uang untuk bisa mendapatkan tanah itu. Dan target keuntungan bagi yang menggnati lahan itu dengan sejumlah uang masuk diakal, karena mereka yang menginginkan dan butuh lahan itu dan kalkulasinya jelas harus menguntungkan.
Jadi saran aaya jangan pakai istilah ganti untung dari perspeltif pemilik lahan kalau tidak mau keuntungannya berganti jadi kerugian. Sebab ganti untung konsekuensinya adalah pemilik lahan sebagai pihak yang sebelumnya berada di posisi yang menguntungkan digantikan oleh pihak lain (yang mengganti) karena sebelumnya rugi mengeluarkan sejumlah biaya. Dalam transaksi ini ada proses ganti posisi, yang untung berbalik menjadi berada di posisi yang dirugikan dan sebaliknya.
Solusinya tetap pakai istilah ganti rugi. Istilah ini yang benar; ganti rugi. Artinya kerugian warga pemilik tanah karena menyerahkan lahannya, digantikan secara adil sesuai jumlah harga lahan yang dilepas. Pihak yang mengganti juga secara adil mendapatkan tanah itu sesuai jumlah uang untuk biaya (kerugian) menebus sejumlah luas tanah yang diperlukan. (gufran padjalai)
Komentar
Posting Komentar